Sabtu, 18 Maret 2017

Pentingnya "Pencangkokkan Ruhani" Dengan Rasul Allah & Meluruskan Kekeliruan Ajaran Golong Ariya Dalam Kapasitas Sebagai Kedatangan Kedua Kali "Sri Krisyna a.s." di Akhir Zaman

PENTINGNYA PENCANGKOKAN RUHANI  DENGAN RASUL ALLAH & MELURUSKAN  KEKELIRUAN AJARAN GOLONGAN ARIYA  DALAM KAPASITAS SEBAGAI KEDATANGAN KEDUA KALI SRI KRISYNA A.S. DI AKHIR ZAMAN

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab  sebelumnya telah dijelaskan  topik    Munculnya Doa yang Hakiki Melalui Makrifat Ilahi.  Sehubungan dengan hal tersebut Masih Mau’ud a.s. menjelaskan:
       “Setelah keadaan  tersebut lalu gerak pertama yang terjadi karena fadhal dalam ruh manusia ialah doa. Jangan keliru,  bahwa kita pun setiap hari berdoa, dan shalat pun doa juga yang kita kerjakan, karena doa yang timbul setelah makrifat dan dengan perantaraan fadhal Ilahi adalah lain dalam sifat dan keadaannya.
        Itulah suatu barang yang dapat menghancurkaPencangkan, suatu api yang dapat membakar, suatu magnit untuk menarik kepada rahmat Ilahi, suatu maut (kematian) yang akhirnya akan menghidupkan dan suatu taufan banjir yang akirnya akan menjadi perahu. Tiap-tiap urusan yang telah rusak dapat diperbaiki dengan itu dan tiap-tiap racun akhirnya menjadi obat karena itu.
      Berbahagialah tawanan yang berdoa dengan tidak mengenal jemu dan lelah karena mereka akan dibebaskan pada suatu waktu. Berbahagialah orang-orang  buta yang tidak lalai dalam doa karena mereka akan mulai melihat pada suatu waktu. Berbahagialah orang-orang dalam kuburan yang memohon pertolongan Ilahi dengan doa karena pada suatu saat mereka akan dikeluarkan dari kuburan itu.
      Berbahagialah kamu apabila kamu tidak mengenal lelah dan payah untuk berdoa, ruh kamu lebur-lelah untuk berdoa, mata kamu mengalirkan air mata dan akan menyalakan suatu api dalam dada kamu. Untuk mendapatkan rasa kecintaan dan suasana terpisah dari menyendiri kamu dibawa ke sudut-sudut yang gelap dan  ke hutan-hutan yang sunyi senyap dan membikin kamu menjadi gelisah, pandir dan lupa diri karena  akhirnya  akan dibukakan fadhal (karunia) Ilahi kepada kamu.
       Kami  hanya mengajak kalian kepada-Nya Yang adalah   Pemurah, PengasihPenyantun, Benar, Setia dan  Penyayang kepada yang tidak berdaya, maka kalian pun harus setia dan berdoa dengan penuh kejujuran dan kesetiaan supaya Dia pun akan kasihan kepada kalian.
      Pisahkanlah kalian dari keributan dan kekacauan  dunia ini, agama janganlah kamu warnai dengan rona kenafsuan. Kalahkanlah diri kalian karena Allah dan terimalah kekalahan supaya  kalian menjadi waris dari kemenangan-kemenangan yang besar. Orang-orang yang berdoa akan diperlihatkan mukjijat oleh Allah Swt. dan orang-orang yang memohon akan diberi nikmat luar biasa.
   Doa itu datang dari Allah Swt.  dan kembali pula kepada-Nya. Dengan perantaraan  doa Allah Swt. menjadi dekat seperti juga jiwa  kalian dekat kepada  kalian. Nikmat yang pertama dari doa ialah manusia mendapat perubahan suci di dalam dirinya, kemudian karena perubahan itu Allah Swt. pun merubah Sifat-sifat-Nya.
     Sifat-sifat Allah Swt. sendiri tidak pernah berubah, tetapi untuk orang yang  telah mendapat perubahan itu  Dia menampakkan  Sifat-sifat-Nya dengan suatu cara yang lain lagi yang tidak diketahui oleh dunia, seolah-olah Dia adalah Tuhan yang lain (baru) padahal tidak ada Tuhan yang lain, hanya penampakan (tajalli) yang baru menyatakan Dia dalam keadaan yang baru. Kemudian dalam keadaan penampakkan (tajalli) yang khas itu Dia mengerjakan hal-hal untuk orang yang telah beroleh perubahan yang suci itu yang tidak dikerjakan untuk orang-orang lain, inilah yang dikatakan hal luar-biasa (mukjizat).

Shalat Ruhani Harus Mengiringi Shalat Jasmani

      Pendek kata, doa adalah suatu obat yang sangat aksir (mujarab dan mustajab) yang membuat segumpal tanah  menjadi suatu barang yang tak ternilai harganya, dan itulah suatu air yang membersihkan segala kekotoran batin. Dengan doa itulah ruh manusia hancur-luluh dan mengalir seperti air ke hadapan istana Tauhid Ilahi, begitu ruh itu berdiri pula di hadapan Allah Swt. lalu berukuk dan bersujud pula.
      Sebagai zhill (bayangan) dari kaifiat ruh inilah diadakan shalat yang diajarkan oleh Islam.  Berdirinya (qiyamnya) ruh itu bermaksud bahwa ia telah siap sedia untuk menderita segala musibat di jalan Allah dan mengikuti segala perintah-Nya. Rukuknya ruh itu berarti  bahwa ia condong kepada Allah Swt. dengan melepaskan segala kecintaan dan pertalian-pertalian yang lain dan menjadi tunduk  kepada Allah untuk selama-lamanya. Sujudnya ruh itu bermaksud bahwa ia menjatuhkan diri di hadapan istana Ilahi dengan menghilangkan diri pribadi serta menghapuskan segala pola dirinya.
      Demikianlah shalat yang mempertemukan manusia dengan Allah Swt., dan syariat Islam telah menggambarkan segenap kaifiat shalat ruh ini dalam shalat yang lazim dikerjakan sehari-hari supaya shalat yang zahir ini akan menggerakkan dan mendorong kepada shalat ruhani tersebut.
     Allah Swt. telah menjadikan umat manusia sedemikian rupa bahwa ruh senantiasa memberi bekas  dan pengaruh kepada tubuh,   begitu pula tubuh memberi bekas dan pengaruh kepada  ruh. Kalau ruh kalian  berdukacita (sedih) kemudian mata pun akan mengalirkan air mata, dan apabila ruh kalian  senang lalu  dari air muka pun akan nampak riang gembira, malah kadang-kadang mulai tertawa pula.
       Begitu pula jika tubuh menderita sesuatu kesakitan dan kesusahan maka ruh pun akan ikut-serta dalam penderitaan tersebut.  Apabila tubuh mendapat kesenangan dari suatu hawa yang sejuk niscaya ruh  juga akan merasakan lezatnya. Maka ibadah yang  zahir  ini bermaksud bahwa pertalian antara tubuh dengan ruh dapat menggerakkan ruh manusia ke hadapan Allah Swt. supaya menyilahkan diri dalam menjalankan qiyam (berdiri), rukuk dan sujud dengan sebenarnya.
     Untuk kemajuan manusia  membutuhkan mujahadah (perjuangan)  dan shalat pun suatu mujahadah pula. Mudah difahami bahwa apabila dua barang telah terikat satu sama lain lalu dengan mengangkat salah satu barang tersebut maka yang lainnya akan ikut serta bergerak juga, demikian juga halnya tubuh dengan ruh.  Tetapi hanya sekedar qiyam ( berdiri), rukuk dan sujud dengan tubuh zahir saja tidak akan berfaedah kalau tidak diusahakan supaya ruh juga ikut qiyam, rukuk dan sujud, sedangkan hal ini tergantung kepada makrifat, dan makrifat tergantung kepada fadhal (karunia ) Ilahi.

Peran Ruhulqudus

     Dari dahulu kala sejak  manusia dilahirkan Allah Swt. menjalankan sunnah-Nya begini yaitu bahwa lebih dulu dengan fadhal-Nya yang agung Dia mengirimkan Ruhulqudus kepada siapa yang Dia kehendaki, kemudian dengan pertolongan Ruhulqudus menimbulkan kecintaan-Nya di dalam orang itu serta memberikan kejujuran dan keteguhan kepadanya dan dengan bermacam-macam tanda menguatkan makrifat-Nya serta menjauhkan segala kelemahannya sehingga ia benar-benar bersedia untuk mengurbankan hidupnya di   jalan-Nya.
     Pertalian dan  hubungan dia dengan Allah Swt. menjadi begitu rapat dan kuat yang tidak dapat diputuskan oleh suatu musibah atau pedang apa pun. Kecintaannya itu tidak didasarkan  atas sesuatu yang tidak kekal, tidak karena tamak kepada surga, tidak takut kepada neraka, tidak mengharap kesenangan dunia dan harta benda, tetapi hubungan ini tidak dapat diketahui melainkan oleh Allah Swt.
     Lebih ajaib lagi ialah orang yang terikat dalam kecintaan itu ia pun tidak sampai kepada hakikat  hubungan tersebut yakni mengapa dan bagaimana serta untuk apakah penghubungan itu?  Karena  hubungan  adalah  dengan azal (yang tidak ada pemulaannya) dan bukanlah karena makrifat, malah makrifat datang sesudah perhubungan itu yang  menerangi  hubungan tersebut.
     Sebagaimana api sudah terlebih dulu ada dalam batu  tetapi akan menyala dan tampak sesudah dipantik dan dipukul dengan batu pantik, demikian pula orang yang mempunyai hubungan semacam itu di satu pihak mempunyai kecintaan yang sangat kuat dengan Allah Swt. dan di pihak lain ia mempunyai kecintaan  dan hasrat untuk menolong dan memperbaiki sesama umat manusia. Oleh karena itulah di satu pihak karena pertalian dengan Allah Swt. ia senantiasa tertarik kepada-Nya, dan di pihak lain karena  hubungannya yang sangat rapat dengan sesama manusia maka orang-orang yang sehat batinnya senantiasa tertarik kepadanya.
      Misalnya seperti halnya matahari  yang senantiasa menarik segenap lapisan bumi kepada dirinya, dan lagi matahari sendiri pun senantiasa tertarik kepada suatu jurusan  lain juga,  samalah halnya orang yang semacam itu,  menurut istilah agama Islam mereka itu dinamakan nabi, rasul dan muhaddats. Mereka itu beroleh mukallamah dan mukhathabah (pembicaraan) dari Allah Swt. serta berbagai macam mukjizat nampak dari tangan mereka, lagi pula kebanyakan doa-doa mereka dikabulkan, dan acapkali mereka dapat menerima jawaban dari Allah Swt. dalam doa-doa mereka.

Serupa Tetapi Tidak Sama  Antara Pengemis Dengan Orang Kaya

   Sebagian orang-orang yang tidak faham suka mengatakan begini: “Kami pun mendapat minpi-mimpi yang benar, kadang-kadang ada juga doa-doa kami yang dikabulkan dan ada kalanya kami mendapat ilham juga,  lalu apa perbedaan di antara kami dengan rasul-rasul-Nya?”
    Jadi, dalam pandangan mereka  nabi Allah adalah penipu atau dalam kekeliruan karena memegahkan (membanggakan) hal yang tidak begitu berharga dan tidak  seberapa perbedaan di antara nabi  dengan orang yang bukan nabi. Inilah suatu pendirian yang sangat sombong yang telah mencelakakan  banyak orang di jaman sekarang.
     Tetapi bagi orang yang hendak mencari kebenaran keterangan-keterangannya yang jelas adalah sebagai berikut:  Sesungguhnya Allah Swt. telah memilih segolongan manusia dengan fadhal-Nya (karunia-Nya) yang khas serta memuliakan mereka dengan memberikan nikmat-nikmat keruhanian,  karena itu walau pun nabi-nabi tersebut dilawan dan ditolak oleh musuh-musuhnya yang buta-tuli  tetapi nabi-nabi Allah senantiasa memperoleh kemenangan.
      Lagi pula nur dan kesucian mereka senantiasa nampak dengan jalan yang sangat luar biasa sehingga orang-orang yang cerdik dan berakal mengakui bahwa di antara nabi dengan orang-orang yang bukan nabi terdapat perbedaan yang sangat besar.  Seorang miskin peminta-minta pun mempunyai sedikit uang dan seorang raja pun mempunyai khazanah yang penuh dengan uang, tetapi orang miskin itu tidak dapat mengatakan bahwa sama dengan raja itu.
      Umpamanya kunang-kunang pun punya cahaya yang berkelap-kelip pada waktu malam, demikian pula matahari pun mempunyai cahaya, tetapi kunang-kunang tidak dapat mengatakan bahwa ia sama dengan matahari.   Allah Swt. kadang-kadang suka juga memberi rukya, kasyaf dan ilham kepada orang-orang umum supaya mereka dengan pengalaman sendiri dapat  mengenal nabi-nabi Allah. Lagi pula jalan ini pun dapat dipakai untuk menyempurnakan keterangan kepada mereka agar tiada satu uzur (helah) lagi.
   Suatu sifat istimewa lagi dari hamba-hamba-Nya yang suci itu ialah mereka mempunyai kekuatan mendidik dan menarik serta mereka diutus untuk mendirikan keturunan ruhani  di dunia ini, mereka memimpin dan menuntun umat manusia dengan jalan kenyataan dan menjauhkan segala kegelapan dari mereka. Oleh karena itu makrifat dan kecintaan Ilahi, kesucian dan takwa yang sebenarnya serta kegembiraan dan kelezatan iman  akan timbul dalam kalbu manusia hanya dengan perantaraan mereka. 

Pentingnya “Mencangkokkan Diri” Dengan Rasul Allah

   Memutuskan hubungan dengan mereka sama seperti suatu cabang jatuh dari pohonnya. Hubungan dengan mereka mempunyai khasiat yang luar biasa, dan agar kita menghubungkan diri dengan mereka mulailah pendidikan dan kemajuan keruhanian menurut ukuran (kadar) hubungan itu masing-masing. Apabila hubungan itu diputuskan akan mulai pula keadaan keimanan diliputi oleh debu dan kekotoran.
       Hanya orang-orang yang takabur dan sombong  yang mengatakan bahwa ia tidak butuh dan tidak perlu nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, inilah tanda kerusakan imannya. Dia menipu dirinya dengan mengatakan, “Kami shalat, puasa dan mengucapkan Kalimah Syahadat” Dia mengucapkan demikian karena dia tidak mempunyai keimanan, keikhlasan dan kegemaran yang sebenarnya.
     Dia harus memikirkan pula bahwa meski pun manusia dijadikan oleh Allah Swt. tetapi satu manusia  menjadi perantara untuk kelahiran manusia lainnya. Maka sebagaimana dalam silsilah jasmani, demikian pula  ayah-ayah ruhani yang menjadi perantara kelahiran keturunan ruhani. Haruslah berhati-hati, jangan menipu diri dengan hanya mengemukakan gambar Islam yang lahiriah.
     Kalian haruslah mempelajari  kalam Allah Swt.  dengan teliti untuk mengetahui kehendak dan maksud-Nya. Dia menghendaki dari kamu apa yang telah diajarkan dalam doa surah Al-Fatihah:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ ﴿﴾   صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬
Artinya: “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, perjalanan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka.”
        Allah Swt. berfirman bahwa lima kali satu hari kalian harus membaca doa ini dalam shalat supaya nikmat yang diberikan kepada nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya akan diberikan pula kepada kalian, kemudian bagaimanakah kalian dapat memperoleh nikmat-nikmat-Nya itu  jika tidak dengan perantaraan nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya?
      Maka sudah sewajarnya Allah Swt, kadang-kadang mengutus nabi-nabi-Nya yang akan menyampaikan kalian kepada derajat keimanan dan kecintaan yang tinggi supaya kamulian memperoleh nikmat-nikmat tersebut. Apakah kalian akan melawan Allah Swt. dan menentang undang-undang-Nya yang berlaku dari dahulu kala? Dapatkah nuthfah (bibit manusia) lahir dengan tidak perantaraan ayah? Dapatkah telinga mendengar tanpa perantaraan udara? Maka tiada suatu kebodohan yang lebih besar daripada melawan undang-undang-Nya itu.

Diutus Untuk Memperbaiki Semua Umat Beragama  & Pendakwaan Sebagai Krisyna a.s. dan Masih Mau’ud a.s.

         Haruslah diperhatikan pula bahwa  saya diutus oleh Allah Swt. di zaman sekarang bukan hanya untuk memperbaiki orang-orang Islam saja, bahkan saya juga harus memperbaiki kaum-kaum Islam, Hindu dan Kristen ketiga-tiganya. Allah Swt. telah menjadikan saya sebagai Masih Mau’ud untuk orang-orang Islam dan Kristen, begitu pula sebagai autar (nabi) untuk orang-orang Hindu.
       Kurang lebih 20 tahun saya senantiasa menyiarkan bahwa untuk menjauhkan dosa-dosa yang penuh dalam dunia ini  saya adalah sebagai Masih Ibnu Maryam, begitu juga sebagai Raja Krisyna yang adalah sebagai autar (nabi) yang terbesar dari semua autar agama Hindu. Atau boleh dikatakan, menurut hakikat keruhanian saya adalah itu juga.
       Ini bukanlah khayal atau dugaan saya sendiri melainkan Allah Yang menguasai bumi dan langit telah menyatakan hal ini kepada saya, bukan hanya sekali tetapi berulang-ulang. Dia telah menarangkan: “Engkau  Krisyna untuk orang-orang Hindu dan  Masih Mau’ud untuk orang-orang Islam dan Kristen.”
      Saya mengetahui orang-orang Islam yang jahil setelah mendengar ini dengan segara akan mencap saya kafir karena saya memakai nama orang Hindu. Tetapi inilah wahyu Ilahi yang tidak dapat saya sembunyikan, dan inilah hari pertama saya   kemukakan hal ini di hadapan satu  pertemuan yang sangat besar karena orang-orang yang diutus oleh-Nya tidak takut suatu celaan dari mana pun juga.
       Sekarang saya terangkan, apa yang telah dibukakan kepada saya bahwa Krisyna adalah seorang yang sangat suci yang tidak ada bandingannya di antara para rishi (wali) dan autar (nabi) dalam agama Hindu. Krisyna adalah seorang autar, yakni nabi di zamannya yang mendapat Ruhulqudus dari Allah Swt.. Beliau diberi kemenangan dan kemuliaan dari-Nya dan beliau membersihkan tanah-airnya dari dosa-dosa. Beliau adalah nabi  yang sebenarnya di zaman itu, hanya saja sesudah beliau ajarannya banyak diubah-ubah.
     Beliau mempunyai  kecintaan yang penuh kepada Allah Swt., persahabatan dengan kebaikan serta permusuhan dengan kejahatan. Allah Swt. telah berjanji untuk mengadakan penjelmaan dari beliau atau autar (nabi)  di Akhir Zaman maka perjanjian ini telah sempurna dengan kedatangan saya.
      Dalam ilham-ilham yang saya terima ada satu ilham tentang diri saya begini: “Hei Krisyna  rawaddar gaupal teri mehma gita en likhi gei hei” (Krisyna yang pengasih dan pemelihara sapi, pujian engkau tertulis dalam buku suci Gita). Saya cinta kepada Krisyna karena  saya adalah mazharnya (penjelmaannya).
     Satu hikmah lagi ialah sifat-sifat yang disebutkan dalam Krisyna yakni pembersih dosa, penyayang dan penolong si miskin dan sebagainya, sifat-sifat  itu juga disebutkan mengenai Masih  Mau’ud, maka menurut keruhanian Krisyna dan Masih Mau’ud satu juga, hanya saja ada perbedaan dalam istilah (sebutan) masing-masing golongan.

Kritikan Kepada Golongan Ariya Mengenai Masalah  Ruh,   Mukti  dan Re-inkarnasi

     Sekarang saya sebagai Krisyna memberitahukan kepada orang-orang Ariya tentang beberapa kesalahan mereka. Salah satu darinya telah saya ceritakan lebih dulu, yakni bahwa sikap dan itikad berikut ini salah  yaitu bahwa ruh dan molekul-molekul   alam ini   -- yang disebut sebagai parkarti  atau parmanu -- itu bukan makhluk  dan tidak akan hancur pula selama-lamanya.
     Selain dari Allah semua makhluk adalah ciptaan-Nya. Dia tidak membutuhkan siapa pun juga. Sesuatu yang butuh dan tergantung kepada yang lain niscaya itu bukan “ghair-makhluk”. Apakah sifat-sifat ruh benar-benar berdiri sendiri? Apakah tidak ada yang menjadikannya? Kalau ini benar, maka tentu  ruh-ruh pun dapat masuk ke dalam tubuh-tubuh lain dengan sendirinya dan juga molekul-molekul   dapat berkumpul dan berpisah dengan sendirinya. Jika demikian maka tiada suatu keterangan menurut akal  untuk mempercayai Allah Swt..
     Kalau akal dapat menerima bahwa semua ruh dengan segala sifat-sifatnya terjadi dengan sendirinya, kemudian akal pun akan menerima juga bahwa hubungan dan perpisahan antara ruh dan tubuh pun terjadi dengan sendirinya. Kalau jalan   untuk  “terjadi dengan sendirinya” masih terbuka maka tiada keterangan lagi untuk menutup jalan yang kedua itu.
        Itikad seperti ini tidak akan dapat diluruskan oleh ilmu manthiq (logika) mana juga. Kesalahan ini telah menjerumuskan orang-orang Ariya ke dalam satu kesalahan yang lain yang akan merugikan mereka  sebagaimana kesalahan pertama menghina Allah Swt.. Yakni orang-orang Ariya telah menetapkan bahwa “mukti” (keselamatan/najat) itu hanya bersifat sementara saja dan mereka menganggap bahwa rainkarnasi (penitisan ruh) adalah untuk selama-lamanya yang tidak dapat dilepaskan lagi.
     Menurut akal yang sehat   kekurangan  semacam ini tidak dapat dinisbahkan kepada Allah Swt., sebab  kalau Allah Swt. mempunyai kekuasaan untuk memberi keselamatan yang abadi, bahkan Dia berkuasa atas segala sesuatu,  maka tidak dapat difahami mengapa Dia begitu kikir dalam memberi kemurahan dari kudrat-Nya kepada manusia?
       Pencelaan ini menjadi lebih kuat karena ruh dimasukkan  dalam siksaan yang amat panjang untuk mengalami musibah penitisan (reinkarnasi) yang berulang-ulang, sebab menurut kepercayaan Ariya ruh itu bukanlah makhluk-Nya.
    Hal ini dijawab oleh orang-orang Ariya bahwa Tuhan memang berkuasa memberikan najat (keselamatan)  untuk selama-lamanya, sebab  Dia adalah Maha Kuasa, tetapi Dia sengaja menetapkan najat (keselamatan) yang bersifat sementara supaya rangkaian ruh-ruh itu terbatas serta tidak dapat ditambahkan lagi, kemudian adanya kelepasan (keselamatan) yang bersifat abadi akan  menghentikan peraturan penitisan (re-inkarnasi) dan penjelmaan ruh, sebab ruh-ruh yang tidak memperoleh najat (keselamatan) yang abadi berarti ruh-ruh itu telah keluar dari kekuasaan Tuhan. 
    Demikianlah lambat-laun akhirnya kelak tidak ada lagi suatu ruh lagi pun dalam tangan Tuhan untuk dimasukkan ke dalam aturan penitisan (re-inkarnasi) dan Dia akan berhenti bekerja, karena itulah Tuhan telah mengatur supaya najat (keselamanatan) itu bersifat sementara dan terbatas.
       Keterangan tersebut dapat dikritik bahwa orang-orang yang tidak berdosa lagi dan telah memperoleh najat (keselamatan) mengapa mereka harus dikembalikan lagi ke dalam ketentuan penitisan (re-inkarnasi)? Kritik tersebut mereka jawab, bahwa tiap-tiap ruh yang diberi najat (keselamatan) oleh Tuhan disisakan salah satu  dosa padanya supaya karena dosa itulah nanti akhirnya ia akan dikeluarkan lagi dari najat (keselamatan) untuk  kembali mengalami penitisan (re-inkarnasi) lagi.

Sifat-sifat  Tuhan Tidak Sama Dengan Sifat-sifat Manusia

    Demikianlah dasar  pendirian orang-orang Ariya yang tidak dapat diterima akal sehat, karena mengemukakan Sifat-sifat Tuhan yang sangat bertentangan dengan kesempurnaan-Nya.  Orang-orang Ariya memasukkan diri mereka ke dalam suatu kesulitan yang besar karena menolak Sifat Khaliq (Yang menciptakan)  Allah Swt., malah mereka menghina Tuhan karena mereka  mengqiaskan pekerjaan Tuhan seperti pekerjaan mereka sendiri.
     Mereka tidak memikirkan bahwa Allah Swt. dalam setiap Sifat-Nya berbeda dengan  makhluq, dan mereka mengukur sifat-sifat Allah dengan ukuran sifat-sifat manusia adalah suatu kesalahan besar, yang dalam ilmu munazharrah (ilmu debat) dikatakan qias ma’al faraq  yakni perbandingan yang sangat  salah.
       Tentang pekerjaan  makhluq, pengalaman akal kita mengatakan bahwa tidak dapat “diadakan” sesuatu daripada yang “tidak ada”, tetapi peraturan tersebut tidak dapat diqiaskan  terhadap Sifat-sifat Allah Swt., karena  Allah Swt. berbicara tidak dengan memakai lidah jasmani, mendengar tidak dengan telinga jasmani dan melihat tidak dengan memakai mata jasmani. Begitu juga Dia mengadakan dan menjadikan   tidak  dengan memakai bahan-bahan jasmani, karena kalau Dia pun harus terikat  untuk mempergunakan benda zahir berarti Dia harus turun dari sifat-sifat Ketuhanan-Nya.

Menjadi  Atheisme

     Ada lagi satu kerusakan yang sangat besar dalam itikad ini bahwa  tiap-tiap dzarrah (molekul) terjadi dengan sendirinya dan juga tidak akan hancur, yakni tiap-tiap dzarrah dianggap sebagai sekutu Allah.   Orang-orang yang menyembah berhala mereka anggap hanya beberapa berhala saja sebagai sekutu Allah, tetapi menurut itikad Ariya segenap dunia menjadi (merupakan) syirik (sekutu) Allah Swt. karena tiap-tiap dzarrah adalah Tuhan bagi dirinya.
   Allah Swt. mengetahui  -- saya mengatakan  hal-hal ini bukan karena  benci atau bermusuhan  -- bahkan saya yakin dengan  sebenarnya bahwa asal pelajaran Weda tentu tidak begitu. Saya mengetahui pula hanya orang-orang ahli filsafat menurut kehendak sendiri telah membikin  itikad semacam itu dan kebanyakan dari mereka pada akhirnya menjadi dahriyah (atheis). Saya takut kalau orang-orang Ariya tidak mau berhenti dari itikad  yang salah tersebut nanti akibatnya mereka akan buruk seperti mereka juga.
      Dalam itikad ini terutama bagian penitisanlah (re-inkarnasi) yang sangat menodai Sifat Pengasih dan fadhal (karunia) Allah. Apabila perhatikan dalam setiap jengkal tanah terdapat berjuta-juta semut, dalam setitik air terdapat berlaksa-laksa  kuman dan semua sungai,  lautan dan hutan-hutan pun penuh dengan bermacam-macam binatang besar dan kecil yang tidak dapat dihitung banyaknya,  sehingga  bilangan (jumlah) seluruh manusia tidak dapat dibandingkan sedikit pun dengan banyaknya binatang-binatang tersebut.
     Jadi, kalau dianggap untuk sementara bahwa masalah penitisan (reinkarenasi) itu betul adanya, lalu apakah yang sampai sekarang telah dibikin (diperbuat)  Tuhan? Dan berapa banyak yang telah diberi najat (keselamatan)? Dan apakah yang dapat  diharap kemudian hari?
    Tambahan pula peraturan ini tidak dapat difahami yakni  orang yang diberi hukuman tidak diberitahukan apa kesalahannya atau dosanya. Satu hal yang lebih menyusahkan lagi ialah bahwa “mukti” (najat/keselamatan) itu tergantung kepada “giyan” (ilmu makrifat) sedangkan “giyan” itu senantiasa hilang dengan meninggalnya orang itu.
     Tidak ada seorang  yang bagaimana  pun ‘alim (berilmu)  kependetaannya dan dalam penitisan hidup  sebagai apa saja yang lahir di dunia ini, ia   dapat  ingat sedikit pelajaran Weda, maka  hal ini  menyatakan bahwa orang tidak mungkin memperoleh najat (keselamatan) dengan perantaraan penitisan hidup yang berulang-ulang (re-inkarnasi).
    Begitu juga orang-orang laki-laki dan perempuan yang lahir di dunia ini menurut peraturan penitisan, mereka tidak disertai suatu daftar yang menyatakan pertalian kekeluargaan mereka, supaya jangan sampai orang keliru menikah dengan seorang gadis yang dalam hidupnya dahulu pernah berstatus saudara atau ibu terhadapnya.

Keburukan   Niyog  & Gambaran Keliru Mengenai Kesempurnaan Sifat-sifat Tuhan

     Disini kami terus terang menasihatkan kepada orang-orang Ariya supaya mereka secepat mungkin membuang  masalah niyog.  Batin manusia sekali-kali tidak akan mau menerima supaya seorang istri sejati yang mempunyai segala perhubungan yang sewajarnya dengan suaminya serta yang dihormati dan dicintai olehnya, tetapi demi untuk mendapatkan keturunan akan bersetubuh dengan laki-laki lain. Kami tak ingin menulis dengan panjang lebar tentang peristiwa ini dan hanya menyerahkan kepada keputusan conscience (batin sejati) dari tiap-tiap orang yang baik.
      Orang-orang Ariya yang  mempunyai kepercayaan macam itu sedang berusaha membujuk orang-orang Islam masuk ke dalam agama Ariya, maka kami katakan bahwa tiap-tiap yang berakal akan mau menerima kebenaran, tetapi pendirian (itikad) agama Ariya ini tidak benar.
     Allah Swt. memperlihatkan Diri-Nya dengan perantaraan Sifat-sifat  dan kekuasaan yang amat agung, tetapi kalau Dia tidak mempunyai sifat Khaliq (menciptakan) dan kesempurnaan yang lainnya  lalu bagaimana  Dia dapat dikatakan  (disebut) Tuhan?
   Manusia dapat mengenal Allah dengan perantaraan Sifat-sifat dan kekuasaan-kekuasaan-Nya, tetapi kalau Dia tidak memiliki suatu kekuasaan serta  seperti manusia butuh  kepada bahan-bahan dan perkakas  maka  pintu untuk mengenal-Nya akan tertutup pula.
      Allah Swt.  patut disembah karena terbukti ada  pemberian-Nya dan kemurahan-Nya, tetapi kalau Dia tidak menciptakan ruh-ruh dan Dia tidak mempunyai sifat-sifat untuk memberikan karunia dan kemurahan kepada orang-orang yang bekerja atau usaha untuk itu   lalu untuk apa Tuhan semacam itu harus disembah?  
      Menurut penyelidikan Kami, orang-orang Ariya tidak dapat  mengemukakan suatu contoh yang baik dari agamanya. Mereka menganggap Tuhan begitu lemah dan pendendam, bahwa setelah Dia menghukum yang begitu banyak pun tetapi Dia tidak memberi najat  (keselamatan) yang kekal, dan kemurkaan-Nya tidak  ada habis-habisnya juga.
      Mereka pun menodai  kebudayaan bangsa dengan niyog yang mencemarkan pula martabat kaum  perempuan yang lemah itu, dan demikianlah mereka telah merusak hak-hak Allah serta hak-hak manusia kedua-duanya, karena dengan membatasi kekuasaan Tuhan menurut mereka sangat  dekat kepada  dahriat (atheisme), dan karena masalah niyog  maka  menurut kebudayaan mereka menyerupai suatu bangsa yang tidak patut diceritakan.
       
(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid

oo0oo
Pajajaran Anyar, 15   Maret  2017


Sabtu, 16 Juli 2016

Penelantaran Para Penentang Rasul Allah Oleh Syaitan & Nabi Besar Muhammad Saw. Adalah "Ciptaan" Allah Swt. yang Paling Tinggi (Sempurna) dan Syaitan yang Paling Rendah (Hina)



Bismillaahirrahmaanirrahiim

  MALAIKAT ALLAH 


PENELANTARAN PARA PENENTANG RASUL ALLAH OLEH     SYAITAN     &  NABI BESAR MUHAMMAD SAW. ADALAH CIPTAAN ALLAH SWT. YANG PALING TINGGI (SEMPURNA) DAN SYAITAN YANG PALING RENDAH (HINA)

Bab 85  

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam   akhir  Bab   sebelumnya   telah dikemukakan    mengenai   dua macam jawaban Allah Swt. mengenai tuntutan orang-orang kafir berkenaan turunnya para malaikat dalam  firman-Nya:
 وَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ عَلَیۡنَا الۡمَلٰٓئِکَۃُ اَوۡ نَرٰی رَبَّنَا ؕ لَقَدِ اسۡتَکۡبَرُوۡا فِیۡۤ اَنۡفُسِہِمۡ وَ عَتَوۡ عُتُوًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾  یَوۡمَ یَرَوۡنَ الۡمَلٰٓئِکَۃَ لَا بُشۡرٰی یَوۡمَئِذٍ لِّلۡمُجۡرِمِیۡنَ وَ یَقُوۡلُوۡنَ حِجۡرًا مَّحۡجُوۡرًا ﴿﴾  وَ قَدِمۡنَاۤ اِلٰی مَا عَمِلُوۡا مِنۡ عَمَلٍ فَجَعَلۡنٰہُ ہَبَآءً مَّنۡثُوۡرًا ﴿﴾ اَصۡحٰبُ الۡجَنَّۃِ یَوۡمَئِذٍ خَیۡرٌ مُّسۡتَقَرًّا وَّ اَحۡسَنُ مَقِیۡلًا ﴿﴾
Dan berkata orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami: لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ عَلَیۡنَا الۡمَلٰٓئِکَۃُ    اَوۡ نَرٰی رَبَّنَا  --  “Mengapa para malaikat  tidak diturunkan kepada kami? Atau  mengapakah kami tidak melihat Rabb (Tuhan) kami?” لَقَدِ اسۡتَکۡبَرُوۡا فِیۡۤ اَنۡفُسِہِمۡ وَ عَتَوۡ عُتُوًّا کَبِیۡرًا  -- Sesungguhnya mereka terlalu sombong mengenai diri mereka dan mereka telah terlampau jauh dalam kedurhakaan. یَوۡمَ یَرَوۡنَ الۡمَلٰٓئِکَۃَ لَا بُشۡرٰی یَوۡمَئِذٍ لِّلۡمُجۡرِمِیۡنَ   --  Pada hari  ketika mereka melihat malaikat-malaikat, tidak ada kabar suka pada hari itu bagi orang-orang yang berdosa, وَ یَقُوۡلُوۡنَ حِجۡرًا مَّحۡجُوۡرًا  --  dan mereka berkata: Semoga ada dinding penghalang yang kuat!” وَ قَدِمۡنَاۤ اِلٰی مَا عَمِلُوۡا مِنۡ عَمَلٍ فَجَعَلۡنٰہُ ہَبَآءً مَّنۡثُوۡرًا  --  Dan  akan Kami  hadapi segala pekerjaan yang  mereka kerjakan lalu Kami akan menjadikannya zarrah-zarrah debu yang berhamburanاَصۡحٰبُ الۡجَنَّۃِ یَوۡمَئِذٍ خَیۡرٌ مُّسۡتَقَرًّا وَّ اَحۡسَنُ مَقِیۡلًا --   Pada hari itu para penghuni surga  tempat tinggalnya  lebih baik  dan  tempat istirahatnya lebih indah. (Al-Furqan [25]:22-25).

Turunnya Malaikat Azab

     Atas tuntutan pertama yang lancang, orang-orang kafir seperti tersebut dalam ayat sebelumnya diberitahu bahwa malaikat-malaikat pasti akan turun, tetapi mereka – malaikat-malaikat pemberi hukuman itu – ketika mereka itu datang,  orang-orang kafir akan membenci di kala nampak kepada mereka malaikat-malaikat itu, lalu akan mendoa agar suatu penghalang yang kuat hendaknya ditegakkan di antara mereka dengan malaikat-malaikat itu.
     Ada pun terhadap  tuntutan mereka yang kedua (yaitu “mengapakah kami tidak melihat Tuhan kami?” dalam ayat 22): اَوۡ نَرٰی رَبَّنَا     -- “Atau mengapa para malaikat  tidak diturunkan kepada kami?” Tuntutan takabbur mereia   akan dibalas dengan melenyapkan segala pekerjaan mereka dan hancur-luluhnya mereka seperti zarrah-zarrah debu.
    Pendek kata, bahwa   baik kepada orang-orang yang beriman mau pun kepada orang-orang kafir Allah Swt. bersama para malaikat  benar-benar “mendatangi” mereka tetapi dalam perlakuan yang berbeda, yakni  berupa rahmat dan berupa azab, termasuk di Akhir Zaman ini  firman-Nya:
 وَ یَوۡمَ تَشَقَّقُ السَّمَآءُ بِالۡغَمَامِ وَ نُزِّلَ الۡمَلٰٓئِکَۃُ تَنۡزِیۡلًا ﴿﴾  اَلۡمُلۡکُ یَوۡمَئِذِۣ الۡحَقُّ لِلرَّحۡمٰنِ ؕ وَ کَانَ یَوۡمًا عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ عَسِیۡرًا ﴿﴾  وَ یَوۡمَ یَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰی یَدَیۡہِ یَقُوۡلُ یٰلَیۡتَنِی اتَّخَذۡتُ مَعَ الرَّسُوۡلِ سَبِیۡلًا ﴿﴾ یٰوَیۡلَتٰی لَیۡتَنِیۡ لَمۡ اَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِیۡلًالَقَدۡ اَضَلَّنِیۡ عَنِ الذِّکۡرِ بَعۡدَ اِذۡ جَآءَنِیۡ ؕ وَ کَانَ الشَّیۡطٰنُ لِلۡاِنۡسَانِ خَذُوۡلًا ﴿﴾   وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan pada hari   ketika langit akan terpecah-belah dengan awan-awan  dan malaikat-malaikat akan diturunkan   bergelombang-gelombangاَلۡمُلۡکُ یَوۡمَئِذِۣ الۡحَقُّ لِلرَّحۡمٰنِ  --   Kerajaan yang haq pada hari itu milik Yang Maha Pemurah, وَ کَانَ یَوۡمًا عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ عَسِیۡرًا  --  dan azab pada  hari itu atas orang-orang kafir  sangat keras. وَ یَوۡمَ یَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰی یَدَیۡہِ   --  Dan pada hari itu orang zalim akan menggigit-gigit kedua tangannya  یَقُوۡلُ یٰلَیۡتَنِی اتَّخَذۡتُ مَعَ الرَّسُوۡلِ سَبِیۡلًا --  lalu berkata:  ”Wahai alangkah baiknya jika aku mengambil jalan bersama dengan Rasul itu. یٰوَیۡلَتٰی لَیۡتَنِیۡ لَمۡ اَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِیۡلًا           -- Wahai celakalah aku, alangkah baiknya seandainya aku tidak  menjadikan si fulan itu sahabat.  لَقَدۡ اَضَلَّنِیۡ عَنِ الذِّکۡرِ بَعۡدَ اِذۡ جَآءَنِیۡ    --   Sungguh  ia benar-benar telah melalaikanku dari mengingat kepada Allah sesudah ia datang kepadaku.” وَ کَانَ الشَّیۡطٰنُ لِلۡاِنۡسَانِ خَذُوۡلًا  -- Dan syaitan selalu menelantarkan manusia. وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا   --  Dan  Rasul itu berkata: “Ya  Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan. وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا  --    Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi   dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah  Rabb (Tuhan) engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong.  (Al-Furqān [25]:26-32).
   Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa mengenai ayat 26-30 dapat tertuju kepada  Hari Badar sungguh-sungguh merupakan suatu hari yang penuh dengan kesedihan bagi orang-orang kafir Mekkah. Pada hari itulah dasar-dasar Islam diletakkan dengan teguhnya, dan kaum kafir Quraisy telah menyadari kehinaan dan kekalahan pahit yang mereka derita.

Penelantaran oleh Syaitan

  Berkenaan dengan  sikap syaitan dalam ayat selanjutnya: یٰوَیۡلَتٰی لَیۡتَنِیۡ لَمۡ اَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِیۡلًا    -- Wahai celakalah aku, alangkah baiknya seandainya aku tidak  menjadikan si fulan itu sahabat.  لَقَدۡ اَضَلَّنِیۡ عَنِ الذِّکۡرِ بَعۡدَ اِذۡ جَآءَنِیۡ    --   Sungguh  ia benar-benar telah melalaikanku dari mengingat kepada Allah sesudah ia datang kepadaku.” وَ کَانَ الشَّیۡطٰنُ لِلۡاِنۡسَانِ خَذُوۡلًا  -- dan syaitan selalu menelantarkan manusia”,  sikap syaitan  itu   sesuai dengan firman-Nya:   
وَ قَالَ  الشَّیۡطٰنُ لَمَّا قُضِیَ الۡاَمۡرُ   اِنَّ اللّٰہَ وَعَدَکُمۡ وَعۡدَ الۡحَقِّ وَ وَعَدۡتُّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُکُمۡ ؕ وَ مَا کَانَ لِیَ عَلَیۡکُمۡ مِّنۡ سُلۡطٰنٍ  اِلَّاۤ  اَنۡ دَعَوۡتُکُمۡ فَاسۡتَجَبۡتُمۡ لِیۡ ۚ فَلَا تَلُوۡمُوۡنِیۡ وَ لُوۡمُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ ؕ مَاۤ  اَنَا بِمُصۡرِخِکُمۡ وَ مَاۤ  اَنۡتُمۡ بِمُصۡرِخِیَّ ؕ اِنِّیۡ کَفَرۡتُ بِمَاۤ اَشۡرَکۡتُمُوۡنِ مِنۡ قَبۡلُ ؕ اِنَّ الظّٰلِمِیۡنَ لَہُمۡ  عَذَابٌ اَلِیۡمٌ ﴿﴾
Dan tatkala perkara itu telah diputuskan, syaitan berkata:  اِنَّ اللّٰہَ وَعَدَکُمۡ وَعۡدَ الۡحَقِّ     -- “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kamu suatu janji yang benar, وَ وَعَدۡتُّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُکُمۡ    -- dan aku pun menjanjikan kepada kamu tetapi aku telah menyalahinya, وَ مَا کَانَ لِیَ عَلَیۡکُمۡ مِّنۡ سُلۡطٰنٍ  اِلَّاۤ  اَنۡ دَعَوۡتُکُمۡ فَاسۡتَجَبۡتُمۡ لِیۡ   --  dan aku  sekali-kali tidak memiliki kekuasaan apa pun atas kamu, melainkan aku telah mengajakmu lalu kamu telah mengabulkan ajakanku. فَلَا تَلُوۡمُوۡنِیۡ وَ لُوۡمُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ   --  Karena itu janganlah kamu mengecamku tetapi kecamlah dirimu sendiri. مَاۤ  اَنَا بِمُصۡرِخِکُمۡ وَ مَاۤ  اَنۡتُمۡ بِمُصۡرِخِیَّ  -- Aku sama sekali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sama sekali tidak dapat menolongku. اِنِّیۡ کَفَرۡتُ بِمَاۤ اَشۡرَکۡتُمُوۡنِ مِنۡ قَبۡلُ  --  Sesungguhnya aku telah mengingkari apa yang kamu persekutukan denganku sebelumnya,  اِنَّ الظّٰلِمِیۡنَ لَہُمۡ  عَذَابٌ اَلِیۡمٌ  -- sesungguhnya orang-orang yang zalim itu bagi mereka ada azab yang pedih.” (Ibrahim [14]:23).
   Dengan demikian benarlah yang disabdakan Masih Mau’ud a.s.  berkenaan dengan  syaitan dalam Bab 59:
     “…Hal itu tidak benar adanya. Mereka seharusnya mengetahui bahwa Al-Quran tidak ada mengajarkan kalau syaitan itu memiliki kekuatan memaksa untuk menyesatkan manusia. Begitu juga tidak ada ajaran yang menyatakan bahwa syaitan ditugaskan dengan tujuan menarik manusia kepada dosa. Yang diajarkan adalah bahwa hal itu merupakan cobaan dan ujian.” (Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. V, hlm. 80-85, London, 1984).

Fungsi Syaitan dan Para Malaikat

     Selanjutnya mengenai peran atau fungsi syaitan dan para malaikat  bagi manusia, Masih  Mau’ud a.s. bersabda:
   “Beberapa orang bodoh mengemukakan keberatan atas eksistensi (keberadaan) syaitan, sepertinya Tuhan Sendiri menginginkan manusia menjadi sesat. Tidak demikian keadaannya. Setiap orang yang berfikir bisa memahami bahwa setiap manusia memiliki dua fitrat, yaitu yang satu disebut sebagai sentuhan syaitan dan yang lainnya sentuhan malaikat.
   Dengan kata lain, fitrat manusia  memperlihatkan bahwa tanpa diketahui penyebabnya  terkadang muncul fikiran baik dalam kalbunya yang membawanya kepada perbuatan-perbuatan bermanfaat, tetapi juga terkadang muncul fikiran buruk yang menyeretnya kepada perbuatan keji dan dosa. Kekuatan yang menjadi sumber fikiran jahat menurut ajaran Al-Quran disebut sebagai syaitan dan kekuatan yang menjadi sumber fikiran baik adalah malaikat.” (Chasma Ma’rifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. XXIII, hlm.  435, London, 1984).
     Itulah makna bahwa syaitan senantiasa “meninggalkan dan menelantarkan” orang-orang kafir yang berhasil diperdayainya:   یٰوَیۡلَتٰی لَیۡتَنِیۡ لَمۡ اَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِیۡلًا        -- “Wahai celakalah aku, alangkah baiknya seandainya aku tidak  menjadikan si fulan itu sahabat.  لَقَدۡ اَضَلَّنِیۡ عَنِ الذِّکۡرِ بَعۡدَ اِذۡ جَآءَنِیۡ    --   Sungguh  ia benar-benar telah melalaikanku dari mengingat kepada Allah sesudah ia datang kepadaku.” وَ کَانَ الشَّیۡطٰنُ لِلۡاِنۡسَانِ خَذُوۡلًا  -- dan syaitan selalu menelantarkan manusia. (Al-Furqān [25]:29-30). 
      Sedangkan ayat:  وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا   --  Dan  Rasul itu berkata: “Ya  Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya kaumku te-lah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan. وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا مِّنَ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ ہَادِیًا وَّ نَصِیۡرًا  --    Dan demikianlah Kami  telah menjadikan musuh bagi tiap-tiap nabi   dari antara orang-orang yang berdosa, dan cukuplah  Rabb (Tuhan) engkau sebagai pemberi petunjuk dan penolong.  (Al-Furqān [25]:31-32).
       Ayat ini dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan  pada masa  Akhir Zaman saat mengenai orang-orang  yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang sebagai sesuatu yang telah ditinggalkan.
      Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini.  Sebabnya adalah karena “ruh” Al-Quran  -- yakni ilmu Al-Quran  --  yang hakiki telah dicabut kembali oleh Allah Swt. akibat kelakuan buruk umat Islam sendiri  setelah mengalami masa kejayaan yang pertama selama 3 abad (QS.32:6), firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung (As-Sajdah [32]:6).
      Ada sebuah hadits  Nabi Besar Muhammad saw.    yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa sekarang-sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu.

 Ciptaan Tuhan yang Tertinggi dan Terendah

   Selanjutnya Masih Mau’ud a.s. menjelaskan mengenai kedudukan  Nabi Besar Muhammad saw. sebagai makhluk yang paling sempurna dari seluruh ciptaan (makhluk) Allah Swt.: 
     “Kami telah mengemukakan,  bahwa yang termasuk     paling sempurna yang wujudnya berada di titik tertinggi garis ciptaan adalah Hadhrat Rasulullah Saw., sedangkan berbanding terbalik dengan beliau yang dianggap sebagai wujud paling buruk dan ditempatkan di ujung paling rendah adalah syaitan.
   Wujud syaitan ini tidak kasat mata dan tidak bisa diraba, tetapi dengan memperhatikan sistem garis ciptaan tersebut, kita harus mengakui bahwa yang patut di berada di titik tertinggi keluhuran ini adalah wujud yang merupakan personifikasi kebaikan dan muncul di dunia sebagai pembimbing kepada kebaikan, sebaliknya yang patut berada di titik terendah adalah wujud yang mengajak dan menarik manusia kepada keburukan.   Karena itulah di kalbu setiap manusia  secara internal terdapat pengaruh dari kedua wujud tersebut.
     Pengaruh suci dari Hadhrat Muhammad Saw. -- yang disebut juga sebagai Ruh Nur dan [Ruh] Kebenaran, -- menggamit setiap kalbu kepada kebaikan melalui niat suci dan dorongan batin. Berapa tingginya derajat kedekatan dan kecintaan yang bersangkutan kepada beliau maka sepadan itu pula yang bersangkutan mencapai tingkat keimanan dan luasnya nur yang merebak di dalam hatinya, sehingga dapat dikatakan ia telah menyerupai warna dan mendapat refleksi  (pantulan) dari segala keluhuran yang menjadi ciri beliau.
      Adapun pengaruh dari wujud yang bernama syaitan yang mengajak manusia kepada dosa dan menarik kalbu manusia yang tertarik kepadanya ke arah syirik  bertempat di titik terendah. Seberapa jauh kedekatan manusia kepadanya, sepadan itu pula fikirannya akan berpaling kepada kekafiran dan kekejian, sampai pada suatu titik dimana ia menjadi mirip sama sekali dengan syaitan dalam segala hal yang bersifat kekejian.
      Para sahabat Sang Rahmān (Maha Pemurah) dan dan para teman syaitan akan tertarik ke arah yang berlainan sejalan dengan kadar hubungan mereka.” (Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. II, hlm.  248-251, London, 1984).
  Sehubungan dengan kesempurnaan ketinggian maqam (martabat) Nabi Besar Muhammad saw. tersebut, dalam ayat-ayat  berikut ini Allah Swt. berfirman mengenai malaikat  pembawa wahyu Al-Quran,  firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ  اِنَّہٗ   لَتَنۡزِیۡلُ  رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ؕ  نَزَلَ  بِہِ  الرُّوۡحُ  الۡاَمِیۡنُ ﴿﴾ۙ  عَلٰی قَلۡبِکَ لِتَکُوۡنَ مِنَ الۡمُنۡذِرِیۡنَ ﴿﴾  بِلِسَانٍ عَرَبِیٍّ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾ؕ وَ  اِنَّہٗ  لَفِیۡ  زُبُرِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾  اَوَ لَمۡ  یَکُنۡ لَّہُمۡ اٰیَۃً  اَنۡ یَّعۡلَمَہٗ عُلَمٰٓؤُا بَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿﴾ؕ
Dan sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan oleh  Rabb (Tuhan) seluruh alam.   نَزَلَ  بِہِ  الرُّوۡحُ  الۡاَمِیۡنُ  -- Telah turun dengannya  Ruh yang terpercaya عَلٰی قَلۡبِکَ لِتَکُوۡنَ مِنَ الۡمُنۡذِرِیۡنَ  -- atas kalbu engkau, supaya engkau termasuk di antara para pemberi peringatan, بِلِسَانٍ عَرَبِیٍّ مُّبِیۡنٍ --    dengan bahasa Arab yang jelas. وَ  اِنَّہٗ  لَفِیۡ  زُبُرِ الۡاَوَّلِیۡنَ -- Dan sesungguhnya Al-Quran benar-benar tercantum di dalam kitab-kitab terdahulu. اَوَ لَمۡ  یَکُنۡ لَّہُمۡ اٰیَۃً  اَنۡ یَّعۡلَمَہٗ عُلَمٰٓؤُا بَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ  --  Dan tidakkah ini merupakan satu Tanda bagi mereka bahwa ulama-ulama Bani Israil pun mengetahuinya? (Asy-Syua’ra [26]:193-198).

Hubungan Rūhul Amīn dan “Al-Amīn

     Makna ayat-ayat ini bermaksud mengatakan bahwa wahyu Al-Quran bukanlah suatu gejala baru. Seperti amanat-amanat para nabi  Allah sebelumnya demikian pula  amanat Al-Quran juga telah diwahyukan oleh Allah Swt., tetapi dengan perbedaan bahwa nabi-nabi terdahulu dikirim kepada kaum masing-masing, sedang Al-Quran diturunkan untuk seluruh bangsa di dunia: وَ  اِنَّہٗ   لَتَنۡزِیۡلُ  رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ  --  sebab “Al-Quran  diturunkan oleh Rabb (Tuhan) seluruh alam.”   
      Dalam ayat  بِہِ  الرُّوۡحُ  الۡاَمِیۡنُ  --  “telah turun dengannya  Ruh yang terpercaya” ini  malaikat yang membawa wahyu Al-Quran disebut rūhul-amīn, yaitu Ruh yang terpercaya – yaitu sebutan lain Malaikat Jibril a.s.. Di tempat lain disebut Ruhul-qudus (QS.16:103), yakni ruh suci. Nama kehormatan terakhir (Rūhul-qudus) dipergunakan dalam Al-Quran untuk menunjuk kepada kebebasan yang kekal-abadi dan mutlak Al-Quran dari setiap kekeliruan atau noda; dan penggunaan nama kehormatan yang pertama (Rūhul-Amīn) mengandung arti, bahwa Al-Quran akan terus-menerus mendapat perlindungan Ilahi terhadap segala usaha yang merusak keutuhan teksnya (QS.15:10; QS.41:42-43).
     Nama kehormatan ini secara khusus telah dipergunakan berkenaan dengan wahyu Al-Quran, sebab janji pemeliharaan Ilahi yang kekal-abadi tidak diberikan kepada kitab-kitab suci lainnya; dan kata-kata dalam kitab suci itu,   karena berlalunya masa telah menderita campur tangan manusia dan perubahan.
     Sungguh mengherankan, bahwadi Mekkah  Nabi Besar Muhammad saw.   sendiri dikenal sebagai Al-Amīn (si benar; terpercaya). Betapa besar penghormatan Ilahi dan betapa besar kesaksian mengenai keterpercayaan Al-Quran, karena wahyu Al-Quran dibawa oleh Rūhul-amīn (Ruh yang terpercaya) yakni Malaikat Jibril  a.s. kepada seorang amin!
       Kata-kata “atas kalbu engkau”    telah dibubuhkan dalam ayat selanjutnya: عَلٰی قَلۡبِکَ لِتَکُوۡنَ مِنَ الۡمُنۡذِرِیۡنَ  --   atas kalbu engkau, supaya engkau termasuk di antara para pemberi peringatan” untuk mengatakan  bahwa wahyu-wahyu Al-Quran bukan hanya gagasan yang dicetuskan  Nabi Besar Muhammad saw.      dengan perkataan beliau saw. sendiri (QS.53:1-6), melainkan benar-benar Kalam (firman) Allah Swt.  Sendiri, yang turun kepada hati beliau  saw. dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. (QS.2:98).
       Makna ayat:  وَ  اِنَّہٗ  لَفِیۡ  زُبُرِ الۡاَوَّلِیۡنَ -- Dan sesungguhnya Al-Quran benar-benar tercantum di dalam kitab-kitab terdahulu. اَوَ لَمۡ  یَکُنۡ لَّہُمۡ اٰیَۃً  اَنۡ یَّعۡلَمَہٗ عُلَمٰٓؤُا بَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ  --  Dan tidakkah ini merupakan satu Tanda bagi mereka bahwa ulama-ulama Bani Israil pun mengetahuinya? (Asy-Syua’ra [26]:197-198).  Hal diutus-Nya Nabi Besar Muhammad saw. dan hal diwahyukan-Nya Al-Quran, kedua-duanya telah dinubuatkan dalam kitab-kitab suci terdahulu.
      Kabar-kabar gaib tentang itu kita dapati dalam Kitab-kitab hampir setiap agama, akan tetapi Bible —yang merupakan kitab suci yang paling dikenal dan paling luas dibaca di antara seluruh kitab wahyu sebelum Al-Quran, dan juga karena merupakan pendahulunya dan dalam kemurniannya  konon merupakan rekan sejawat, kitab syariat— mengandung paling banyak jumlah nubuatan demikian. Lihat Ulangan 18:18 dan 33:2; Yesaya 21:13-17; Amtsal Solaiman 1:5-6; Habakuk 3:7; Matius 21:42-45 dan Yahya 16:12-14.

Turunnya Syaitan dan Wahyu Syaitan

    Dalam ayat-ayat  berikut ini Allah Swt. berfirman mengenai turunnya syaitan, firman-Nya:
ہَلۡ اُنَبِّئُکُمۡ عَلٰی مَنۡ تَنَزَّلُ الشَّیٰطِیۡنُ ﴿﴾ؕ   تَنَزَّلُ عَلٰی کُلِّ  اَفَّاکٍ  اَثِیۡمٍ ﴿﴾ۙ  یُّلۡقُوۡنَ السَّمۡعَ وَ اَکۡثَرُہُمۡ کٰذِبُوۡنَ ﴿﴾ؕ  وَ الشُّعَرَآءُ  یَتَّبِعُہُمُ  الۡغَاوٗنَ ﴿﴾ؕ  اَلَمۡ  تَرَ  اَنَّہُمۡ  فِیۡ کُلِّ وَادٍ  یَّہِیۡمُوۡنَ ﴿﴾ۙ  وَ  اَنَّہُمۡ  یَقُوۡلُوۡنَ مَا  لَا  یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾ۙ  اِلَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَ ذَکَرُوا اللّٰہَ  کَثِیۡرًا وَّ انۡتَصَرُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا ظُلِمُوۡا ؕ وَ سَیَعۡلَمُ الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡۤا اَیَّ  مُنۡقَلَبٍ  یَّنۡقَلِبُوۡنَ﴿﴾٪
Maukah kamu Aku beri tahu   kepada siapa syaitan-syaitan itu turun?  تَنَزَّلُ عَلٰی کُلِّ  اَفَّاکٍ  اَثِیۡمٍ --   Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta yang berdosa. یُّلۡقُوۡنَ السَّمۡعَ وَ اَکۡثَرُہُمۡ کٰذِبُوۡنَ   --  Mereka mengarahkan  telinga ke langit dan kebanyakan mereka pendusta.  وَ الشُّعَرَآءُ  یَتَّبِعُہُمُ  الۡغَاوٗنَ --  Dan penyair-penyair itu yang  mengikuti mereka adalah orang yang sesat.  اَلَمۡ  تَرَ  اَنَّہُمۡ  فِیۡ کُلِّ وَادٍ  یَّہِیۡمُوۡنَ --  Tidakkah engkau melihat  bahwasanya mereka itu berjalan kian-kemari  tanpa tujuan di dalam setiap lembahوَ  اَنَّہُمۡ  یَقُوۡلُوۡنَ مَا  لَا  یَفۡعَلُوۡنَ  -- dan bahwasanya mereka itu mengatakan apa yang  tidak mereka  lakukanاِلَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَ ذَکَرُوا اللّٰہَ  کَثِیۡرًا وَّ انۡتَصَرُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا ظُلِمُوۡا --   kecuali orang-orang yang beriman  dan beramal saleh  serta banyak-banyak mengingat Allah, dan mereka   membela diri setelah mereka dizalimi. وَ سَیَعۡلَمُ الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡۤا اَیَّ  مُنۡقَلَبٍ  یَّنۡقَلِبُوۡنَ  -- Dan orang-orang zalim itu segera akan  mengetahui  ke tempat mana mereka akan kembali  (Asy-Syua’ra [26]:222-228).

(Bersambung)
       
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo

Pajajaran Anyar, 11  Juli   2016