PENTINGNYA PENCANGKOKAN RUHANI DENGAN
RASUL ALLAH & MELURUSKAN KEKELIRUAN
AJARAN GOLONGAN ARIYA DALAM KAPASITAS SEBAGAI KEDATANGAN KEDUA KALI SRI KRISYNA A.S. DI AKHIR ZAMAN
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya
telah dijelaskan topik Munculnya
Doa yang Hakiki Melalui Makrifat Ilahi. Sehubungan
dengan hal tersebut Masih Mau’ud a.s.
menjelaskan:
“Setelah keadaan tersebut lalu gerak pertama yang terjadi karena fadhal dalam ruh manusia
ialah doa. Jangan keliru, bahwa kita pun setiap hari berdoa, dan shalat pun doa juga yang
kita kerjakan, karena doa yang timbul
setelah makrifat dan dengan
perantaraan fadhal Ilahi adalah lain
dalam sifat dan keadaannya.
Itulah suatu barang yang dapat menghancurkaPencangkan,
suatu api yang dapat membakar, suatu magnit untuk menarik kepada rahmat Ilahi,
suatu maut (kematian) yang akhirnya
akan menghidupkan dan suatu taufan banjir yang akirnya akan menjadi perahu. Tiap-tiap urusan yang telah rusak
dapat diperbaiki dengan itu dan
tiap-tiap racun akhirnya menjadi obat karena itu.
Berbahagialah tawanan yang berdoa
dengan tidak mengenal jemu dan lelah karena mereka akan dibebaskan pada suatu waktu. Berbahagialah orang-orang buta yang tidak lalai dalam doa karena mereka akan mulai melihat pada suatu waktu. Berbahagialah orang-orang dalam kuburan yang memohon pertolongan
Ilahi dengan doa karena pada
suatu saat mereka akan dikeluarkan dari kuburan
itu.
Berbahagialah kamu apabila kamu tidak
mengenal lelah dan payah untuk berdoa, ruh kamu
lebur-lelah untuk berdoa, mata kamu mengalirkan air mata dan akan menyalakan suatu api dalam dada kamu. Untuk mendapatkan rasa kecintaan dan suasana terpisah dari menyendiri kamu dibawa ke
sudut-sudut yang gelap dan ke
hutan-hutan yang sunyi senyap dan membikin kamu menjadi gelisah, pandir dan
lupa diri karena akhirnya akan dibukakan fadhal (karunia) Ilahi
kepada kamu.
Kami
hanya mengajak kalian kepada-Nya
Yang adalah Pemurah, Pengasih, Penyantun,
Benar, Setia dan Penyayang kepada yang tidak berdaya, maka kalian pun harus setia dan berdoa dengan penuh kejujuran
dan kesetiaan supaya Dia pun akan kasihan kepada kalian.
Pisahkanlah kalian dari keributan dan kekacauan dunia ini, agama janganlah kamu warnai dengan rona kenafsuan.
Kalahkanlah diri kalian karena Allah
dan terimalah kekalahan supaya kalian menjadi waris dari kemenangan-kemenangan
yang besar. Orang-orang yang berdoa
akan diperlihatkan mukjijat oleh
Allah Swt. dan orang-orang yang memohon akan diberi nikmat luar biasa.
Doa
itu datang dari Allah Swt. dan kembali
pula kepada-Nya. Dengan perantaraan doa
Allah Swt. menjadi dekat seperti juga
jiwa
kalian dekat kepada kalian. Nikmat
yang pertama dari doa ialah manusia
mendapat perubahan suci di dalam
dirinya, kemudian karena perubahan
itu Allah Swt. pun merubah Sifat-sifat-Nya.
Sifat-sifat Allah Swt. sendiri tidak
pernah berubah, tetapi untuk orang
yang telah mendapat perubahan itu Dia
menampakkan Sifat-sifat-Nya dengan suatu cara yang lain lagi yang tidak
diketahui oleh dunia, seolah-olah Dia
adalah Tuhan yang lain (baru) padahal tidak ada Tuhan yang lain, hanya penampakan (tajalli) yang baru menyatakan Dia dalam keadaan yang baru. Kemudian dalam keadaan penampakkan
(tajalli) yang khas itu Dia mengerjakan hal-hal untuk orang yang telah
beroleh perubahan yang suci itu yang tidak dikerjakan untuk orang-orang lain, inilah yang dikatakan hal luar-biasa (mukjizat).
Shalat Ruhani Harus
Mengiringi Shalat Jasmani
Pendek kata, doa adalah suatu obat
yang sangat aksir (mujarab dan
mustajab) yang membuat segumpal tanah
menjadi suatu barang yang tak
ternilai harganya, dan itulah suatu air
yang membersihkan segala kekotoran batin.
Dengan doa itulah ruh manusia hancur-luluh dan mengalir
seperti air ke hadapan istana Tauhid
Ilahi, begitu ruh itu berdiri pula di hadapan Allah Swt. lalu berukuk dan bersujud pula.
Sebagai zhill (bayangan) dari kaifiat ruh
inilah diadakan shalat yang diajarkan
oleh Islam. Berdirinya (qiyamnya) ruh itu bermaksud bahwa ia telah siap sedia untuk menderita segala musibat
di jalan Allah dan mengikuti segala perintah-Nya. Rukuknya ruh itu berarti bahwa ia condong
kepada Allah Swt. dengan melepaskan segala kecintaan
dan pertalian-pertalian yang lain dan
menjadi tunduk kepada Allah untuk selama-lamanya. Sujudnya ruh itu bermaksud bahwa ia menjatuhkan
diri di hadapan istana Ilahi
dengan menghilangkan diri pribadi
serta menghapuskan segala pola dirinya.
Demikianlah shalat yang mempertemukan
manusia dengan Allah Swt., dan syariat Islam
telah menggambarkan segenap kaifiat shalat
ruh ini dalam shalat yang lazim
dikerjakan sehari-hari supaya shalat
yang zahir ini akan menggerakkan dan
mendorong kepada shalat ruhani
tersebut.
Allah Swt. telah menjadikan umat
manusia sedemikian rupa bahwa ruh
senantiasa memberi bekas dan pengaruh
kepada tubuh, begitu pula tubuh memberi bekas dan pengaruh kepada ruh.
Kalau ruh kalian berdukacita (sedih) kemudian mata pun akan
mengalirkan air mata, dan apabila ruh kalian senang lalu
dari air muka pun akan nampak
riang gembira, malah kadang-kadang mulai tertawa
pula.
Begitu pula jika tubuh menderita sesuatu kesakitan
dan kesusahan maka ruh pun akan ikut-serta dalam penderitaan tersebut. Apabila tubuh
mendapat kesenangan dari suatu hawa yang sejuk niscaya ruh
juga akan merasakan lezatnya. Maka ibadah
yang zahir ini bermaksud bahwa pertalian antara tubuh
dengan ruh dapat menggerakkan ruh manusia ke hadapan Allah Swt. supaya
menyilahkan diri dalam menjalankan qiyam
(berdiri), rukuk dan sujud dengan sebenarnya.
Untuk kemajuan manusia membutuhkan
mujahadah (perjuangan) dan shalat
pun suatu mujahadah pula. Mudah
difahami bahwa apabila dua barang telah terikat satu sama lain lalu dengan mengangkat salah satu barang tersebut
maka yang lainnya akan ikut serta bergerak juga, demikian juga halnya tubuh dengan ruh. Tetapi hanya sekedar qiyam ( berdiri), rukuk dan sujud dengan tubuh zahir saja tidak akan berfaedah kalau tidak diusahakan supaya ruh juga ikut qiyam, rukuk dan sujud, sedangkan hal ini tergantung
kepada makrifat, dan makrifat tergantung kepada fadhal (karunia ) Ilahi.
Peran Ruhulqudus
Dari dahulu kala sejak manusia dilahirkan Allah Swt. menjalankan sunnah-Nya begini yaitu bahwa lebih dulu
dengan fadhal-Nya yang agung Dia
mengirimkan Ruhulqudus kepada siapa
yang Dia kehendaki, kemudian dengan pertolongan Ruhulqudus menimbulkan kecintaan-Nya
di dalam orang itu serta memberikan kejujuran
dan keteguhan kepadanya dan dengan
bermacam-macam tanda menguatkan makrifat-Nya
serta menjauhkan segala kelemahannya
sehingga ia benar-benar bersedia untuk mengurbankan
hidupnya di jalan-Nya.
Pertalian
dan hubungan
dia dengan Allah Swt. menjadi
begitu rapat dan kuat yang tidak dapat diputuskan
oleh suatu musibah atau pedang apa pun. Kecintaannya itu tidak didasarkan
atas sesuatu yang tidak kekal,
tidak karena tamak kepada surga,
tidak takut kepada neraka, tidak
mengharap kesenangan dunia dan harta benda, tetapi hubungan ini tidak dapat diketahui melainkan oleh Allah Swt.
Lebih ajaib
lagi ialah orang yang terikat dalam kecintaan
itu ia pun tidak sampai kepada hakikat hubungan tersebut yakni mengapa dan
bagaimana serta untuk apakah penghubungan
itu? Karena hubungan adalah
dengan azal (yang tidak ada
pemulaannya) dan bukanlah karena makrifat,
malah makrifat datang sesudah perhubungan itu yang menerangi hubungan tersebut.
Sebagaimana api sudah terlebih dulu ada dalam batu tetapi akan menyala dan tampak sesudah dipantik
dan dipukul dengan batu pantik, demikian pula orang yang mempunyai hubungan semacam itu di satu pihak
mempunyai kecintaan yang sangat kuat dengan Allah Swt. dan di pihak lain
ia mempunyai kecintaan dan hasrat
untuk menolong dan memperbaiki sesama umat
manusia. Oleh karena itulah di satu pihak karena pertalian dengan Allah Swt.
ia senantiasa tertarik kepada-Nya,
dan di pihak lain karena hubungannya yang sangat rapat dengan sesama manusia maka orang-orang yang sehat batinnya senantiasa tertarik kepadanya.
Misalnya seperti halnya matahari yang senantiasa menarik segenap lapisan bumi kepada dirinya, dan lagi matahari sendiri pun senantiasa tertarik kepada suatu jurusan
lain juga, samalah halnya orang
yang semacam itu, menurut istilah agama
Islam mereka itu dinamakan nabi, rasul dan muhaddats. Mereka itu beroleh mukallamah
dan mukhathabah (pembicaraan) dari
Allah Swt. serta berbagai macam mukjizat
nampak dari tangan mereka, lagi pula kebanyakan doa-doa mereka dikabulkan, dan acapkali mereka dapat menerima jawaban dari Allah Swt. dalam doa-doa
mereka.
Serupa Tetapi Tidak Sama Antara Pengemis
Dengan Orang Kaya
Sebagian orang-orang yang tidak faham
suka mengatakan begini: “Kami pun mendapat minpi-mimpi
yang benar, kadang-kadang ada juga doa-doa
kami yang dikabulkan dan ada kalanya
kami mendapat ilham juga, lalu apa perbedaan
di antara kami dengan rasul-rasul-Nya?”
Jadi, dalam pandangan mereka nabi
Allah adalah penipu atau dalam kekeliruan karena memegahkan
(membanggakan) hal yang tidak begitu berharga dan tidak seberapa perbedaan
di antara nabi dengan orang yang bukan nabi. Inilah suatu pendirian yang sangat sombong yang telah mencelakakan banyak orang di jaman sekarang.
Tetapi bagi orang yang hendak mencari kebenaran keterangan-keterangannya yang
jelas adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya Allah Swt. telah memilih
segolongan manusia dengan fadhal-Nya
(karunia-Nya) yang khas serta memuliakan mereka dengan memberikan nikmat-nikmat keruhanian, karena itu walau
pun nabi-nabi tersebut dilawan dan
ditolak oleh musuh-musuhnya yang buta-tuli tetapi nabi-nabi
Allah senantiasa memperoleh kemenangan.
Lagi pula nur
dan kesucian mereka senantiasa nampak
dengan jalan yang sangat luar biasa sehingga orang-orang yang cerdik dan berakal mengakui bahwa di antara nabi dengan orang-orang yang bukan
nabi terdapat perbedaan yang sangat besar.
Seorang miskin peminta-minta pun mempunyai sedikit uang dan seorang raja pun mempunyai khazanah yang penuh dengan uang, tetapi orang miskin itu tidak dapat mengatakan bahwa sama dengan raja itu.
Umpamanya kunang-kunang
pun punya cahaya yang berkelap-kelip
pada waktu malam, demikian pula matahari
pun mempunyai cahaya, tetapi kunang-kunang tidak dapat mengatakan bahwa ia sama dengan matahari. Allah
Swt. kadang-kadang suka juga memberi rukya,
kasyaf dan ilham kepada orang-orang umum
supaya mereka dengan pengalaman
sendiri dapat mengenal nabi-nabi Allah. Lagi pula jalan ini pun
dapat dipakai untuk menyempurnakan keterangan kepada mereka agar tiada satu
uzur (helah) lagi.
Suatu sifat istimewa lagi dari hamba-hamba-Nya yang suci itu ialah mereka mempunyai kekuatan mendidik dan menarik serta mereka diutus untuk
mendirikan keturunan ruhani di dunia ini, mereka memimpin dan menuntun
umat manusia dengan jalan kenyataan
dan menjauhkan segala kegelapan dari
mereka. Oleh karena itu makrifat dan kecintaan Ilahi, kesucian dan takwa yang
sebenarnya serta kegembiraan dan kelezatan iman akan timbul dalam kalbu manusia hanya dengan
perantaraan mereka.
Pentingnya “Mencangkokkan
Diri” Dengan Rasul Allah
Memutuskan hubungan dengan mereka sama
seperti suatu cabang jatuh dari pohonnya. Hubungan
dengan mereka mempunyai khasiat yang
luar biasa, dan agar kita menghubungkan diri dengan mereka mulailah pendidikan dan kemajuan keruhanian menurut ukuran (kadar) hubungan itu masing-masing. Apabila hubungan itu diputuskan akan mulai pula keadaan keimanan diliputi oleh debu dan kekotoran.
Hanya orang-orang yang takabur dan sombong yang mengatakan bahwa ia tidak butuh dan tidak perlu nabi-nabi
dan rasul-rasul-Nya, inilah tanda
kerusakan imannya. Dia menipu dirinya
dengan mengatakan, “Kami shalat, puasa dan mengucapkan Kalimah Syahadat” Dia
mengucapkan demikian karena dia tidak mempunyai keimanan, keikhlasan dan
kegemaran yang sebenarnya.
Dia harus memikirkan pula bahwa meski
pun manusia dijadikan oleh Allah Swt. tetapi satu manusia menjadi perantara
untuk kelahiran manusia lainnya. Maka sebagaimana dalam silsilah jasmani,
demikian pula ayah-ayah ruhani yang menjadi perantara
kelahiran keturunan ruhani. Haruslah
berhati-hati, jangan menipu diri dengan hanya mengemukakan gambar Islam yang lahiriah.
Kalian
haruslah mempelajari kalam Allah Swt. dengan teliti untuk mengetahui kehendak dan maksud-Nya. Dia menghendaki dari kamu apa yang telah diajarkan
dalam doa surah Al-Fatihah:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ ﴿﴾
صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬
Artinya:
“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, perjalanan orang-orang yang Engkau beri
nikmat atas mereka.”
Allah Swt. berfirman bahwa lima kali
satu hari kalian harus membaca doa ini dalam shalat supaya nikmat yang diberikan kepada nabi-nabi
dan rasul-rasul-Nya akan diberikan
pula kepada kalian, kemudian bagaimanakah kalian dapat memperoleh nikmat-nikmat-Nya itu jika tidak dengan perantaraan nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya?
Maka sudah sewajarnya Allah Swt, kadang-kadang
mengutus nabi-nabi-Nya yang akan
menyampaikan kalian kepada derajat
keimanan dan kecintaan yang tinggi supaya kamulian memperoleh nikmat-nikmat tersebut. Apakah kalian
akan melawan Allah Swt. dan menentang undang-undang-Nya
yang berlaku dari dahulu kala? Dapatkah nuthfah
(bibit manusia) lahir dengan tidak perantaraan ayah? Dapatkah telinga
mendengar tanpa perantaraan udara?
Maka tiada suatu kebodohan yang lebih besar daripada melawan undang-undang-Nya itu.
Diutus Untuk Memperbaiki
Semua Umat Beragama & Pendakwaan
Sebagai Krisyna a.s. dan Masih Mau’ud a.s.
Haruslah diperhatikan pula bahwa saya diutus oleh Allah Swt. di zaman sekarang
bukan hanya untuk memperbaiki
orang-orang Islam saja, bahkan saya
juga harus memperbaiki kaum-kaum Islam,
Hindu dan Kristen ketiga-tiganya. Allah Swt. telah menjadikan saya sebagai Masih Mau’ud untuk orang-orang Islam dan Kristen, begitu pula sebagai autar
(nabi) untuk orang-orang Hindu.
Kurang lebih 20 tahun saya senantiasa
menyiarkan bahwa untuk menjauhkan dosa-dosa
yang penuh dalam dunia ini saya adalah
sebagai Masih Ibnu Maryam, begitu
juga sebagai Raja Krisyna yang adalah
sebagai autar (nabi) yang terbesar
dari semua autar agama Hindu. Atau
boleh dikatakan, menurut hakikat keruhanian saya adalah itu juga.
Ini bukanlah khayal atau dugaan saya
sendiri melainkan Allah Yang menguasai bumi dan langit telah menyatakan hal ini
kepada saya, bukan hanya sekali tetapi berulang-ulang. Dia telah menarangkan:
“Engkau Krisyna untuk orang-orang Hindu dan
Masih Mau’ud untuk orang-orang
Islam dan Kristen.”
Saya mengetahui orang-orang Islam yang jahil
setelah mendengar ini dengan segara akan mencap saya kafir karena saya memakai nama
orang Hindu. Tetapi inilah wahyu Ilahi yang tidak dapat saya
sembunyikan, dan inilah hari pertama saya
kemukakan hal ini di hadapan satu pertemuan
yang sangat besar karena orang-orang yang diutus
oleh-Nya tidak takut suatu celaan
dari mana pun juga.
Sekarang saya terangkan, apa yang telah
dibukakan kepada saya bahwa Krisyna adalah
seorang yang sangat suci yang tidak
ada bandingannya di antara para rishi
(wali) dan autar (nabi) dalam agama
Hindu. Krisyna adalah seorang autar, yakni nabi di zamannya yang mendapat Ruhulqudus
dari Allah Swt.. Beliau diberi kemenangan
dan kemuliaan dari-Nya dan beliau
membersihkan tanah-airnya dari dosa-dosa. Beliau adalah nabi yang sebenarnya di
zaman itu, hanya saja sesudah beliau ajarannya
banyak diubah-ubah.
Beliau mempunyai kecintaan
yang penuh kepada Allah Swt., persahabatan
dengan kebaikan serta permusuhan dengan kejahatan. Allah Swt. telah berjanji untuk mengadakan penjelmaan dari beliau atau autar (nabi) di Akhir
Zaman maka perjanjian ini telah
sempurna dengan kedatangan saya.
Dalam ilham-ilham
yang saya terima ada satu ilham tentang diri saya begini: “Hei Krisyna rawaddar gaupal teri
mehma gita en likhi gei hei” (Krisyna yang pengasih dan pemelihara sapi,
pujian engkau tertulis dalam buku suci Gita). Saya cinta kepada Krisyna karena saya adalah mazharnya (penjelmaannya).
Satu hikmah lagi ialah sifat-sifat yang disebutkan dalam Krisyna yakni pembersih dosa, penyayang
dan penolong si miskin dan sebagainya, sifat-sifat itu juga disebutkan mengenai Masih
Mau’ud, maka menurut keruhanian Krisyna
dan Masih Mau’ud satu juga, hanya saja
ada perbedaan dalam istilah (sebutan) masing-masing
golongan.
Kritikan Kepada Golongan Ariya Mengenai Masalah Ruh,
Mukti dan Re-inkarnasi
Sekarang saya sebagai Krisyna memberitahukan kepada
orang-orang Ariya tentang beberapa kesalahan mereka. Salah satu darinya
telah saya ceritakan lebih dulu, yakni bahwa sikap dan itikad berikut
ini salah yaitu bahwa ruh dan molekul-molekul alam ini -- yang disebut sebagai parkarti atau parmanu -- itu bukan makhluk dan tidak akan hancur pula selama-lamanya.
Selain dari Allah semua makhluk adalah ciptaan-Nya.
Dia tidak membutuhkan siapa pun juga. Sesuatu yang butuh dan tergantung kepada
yang lain niscaya itu bukan “ghair-makhluk”.
Apakah sifat-sifat ruh benar-benar berdiri sendiri? Apakah tidak ada yang
menjadikannya? Kalau ini benar, maka tentu
ruh-ruh pun dapat masuk ke
dalam tubuh-tubuh lain dengan sendirinya dan juga molekul-molekul dapat berkumpul dan berpisah dengan
sendirinya. Jika demikian maka tiada suatu keterangan menurut akal untuk mempercayai Allah Swt..
Kalau akal
dapat menerima bahwa semua ruh dengan
segala sifat-sifatnya terjadi dengan
sendirinya, kemudian akal pun akan
menerima juga bahwa hubungan dan perpisahan antara ruh dan tubuh pun terjadi
dengan sendirinya. Kalau jalan untuk “terjadi
dengan sendirinya” masih terbuka maka
tiada keterangan lagi untuk menutup
jalan yang kedua itu.
Itikad seperti ini tidak akan dapat
diluruskan oleh ilmu manthiq (logika)
mana juga. Kesalahan ini telah
menjerumuskan orang-orang Ariya ke dalam
satu kesalahan yang lain yang akan merugikan mereka sebagaimana kesalahan pertama menghina Allah Swt.. Yakni orang-orang Ariya telah menetapkan bahwa “mukti”
(keselamatan/najat) itu hanya bersifat sementara
saja dan mereka menganggap bahwa rainkarnasi
(penitisan ruh) adalah untuk selama-lamanya
yang tidak dapat dilepaskan lagi.
Menurut akal
yang sehat kekurangan
semacam ini tidak dapat dinisbahkan kepada Allah Swt., sebab kalau
Allah Swt. mempunyai kekuasaan untuk
memberi keselamatan yang abadi, bahkan Dia berkuasa atas segala sesuatu, maka tidak dapat difahami mengapa Dia begitu kikir dalam memberi kemurahan dari kudrat-Nya
kepada manusia?
Pencelaan ini menjadi lebih kuat karena
ruh dimasukkan dalam siksaan
yang amat panjang untuk mengalami musibah
penitisan (reinkarnasi) yang berulang-ulang, sebab menurut kepercayaan
Ariya ruh itu bukanlah makhluk-Nya.
Hal ini dijawab oleh orang-orang Ariya bahwa Tuhan memang berkuasa memberikan najat
(keselamatan) untuk selama-lamanya,
sebab Dia adalah Maha Kuasa, tetapi Dia sengaja
menetapkan najat (keselamatan) yang
bersifat sementara supaya rangkaian ruh-ruh itu terbatas serta tidak dapat ditambahkan lagi, kemudian adanya kelepasan (keselamatan) yang bersifat abadi akan menghentikan peraturan penitisan (re-inkarnasi) dan penjelmaan
ruh, sebab ruh-ruh yang tidak
memperoleh najat (keselamatan) yang abadi berarti ruh-ruh itu telah keluar dari kekuasaan
Tuhan.
Demikianlah lambat-laun akhirnya kelak tidak ada lagi suatu ruh lagi pun dalam tangan Tuhan untuk dimasukkan ke dalam aturan penitisan (re-inkarnasi) dan Dia
akan berhenti bekerja, karena itulah Tuhan telah mengatur supaya najat (keselamanatan) itu bersifat sementara dan terbatas.
Keterangan tersebut dapat dikritik bahwa orang-orang yang tidak
berdosa lagi dan telah memperoleh najat
(keselamatan) mengapa mereka harus dikembalikan
lagi ke dalam ketentuan penitisan
(re-inkarnasi)? Kritik tersebut mereka jawab, bahwa tiap-tiap ruh yang diberi najat (keselamatan) oleh Tuhan disisakan
salah satu dosa padanya supaya karena dosa
itulah nanti akhirnya ia akan dikeluarkan
lagi dari najat (keselamatan) untuk kembali mengalami penitisan (re-inkarnasi) lagi.
Sifat-sifat Tuhan Tidak
Sama Dengan Sifat-sifat Manusia
Demikianlah dasar pendirian orang-orang Ariya yang tidak dapat diterima akal sehat, karena mengemukakan Sifat-sifat Tuhan yang sangat bertentangan
dengan kesempurnaan-Nya. Orang-orang Ariya memasukkan diri mereka ke
dalam suatu kesulitan yang besar
karena menolak Sifat Khaliq (Yang
menciptakan) Allah Swt., malah mereka menghina Tuhan karena mereka mengqiaskan
pekerjaan Tuhan seperti pekerjaan mereka sendiri.
Mereka tidak memikirkan bahwa Allah Swt.
dalam setiap Sifat-Nya berbeda
dengan makhluq, dan mereka mengukur sifat-sifat
Allah dengan ukuran sifat-sifat manusia adalah suatu kesalahan besar, yang dalam ilmu munazharrah (ilmu debat) dikatakan qias ma’al faraq yakni perbandingan
yang sangat salah.
Tentang pekerjaan makhluq,
pengalaman akal kita mengatakan bahwa tidak dapat “diadakan” sesuatu daripada
yang “tidak ada”, tetapi peraturan tersebut tidak dapat diqiaskan terhadap Sifat-sifat Allah Swt., karena Allah Swt. berbicara
tidak dengan memakai lidah jasmani, mendengar
tidak dengan telinga jasmani dan melihat
tidak dengan memakai mata jasmani. Begitu juga Dia mengadakan dan menjadikan
tidak dengan memakai bahan-bahan jasmani, karena kalau
Dia pun harus terikat untuk mempergunakan benda zahir berarti Dia harus turun dari sifat-sifat Ketuhanan-Nya.
Menjadi Atheisme
Ada lagi satu kerusakan yang sangat besar dalam itikad ini bahwa tiap-tiap dzarrah
(molekul) terjadi dengan sendirinya dan juga tidak akan hancur, yakni tiap-tiap dzarrah dianggap sebagai sekutu Allah. Orang-orang yang
menyembah berhala mereka anggap hanya
beberapa berhala saja sebagai sekutu
Allah, tetapi menurut itikad Ariya
segenap dunia menjadi (merupakan) syirik (sekutu) Allah Swt. karena tiap-tiap dzarrah adalah Tuhan bagi dirinya.
Allah Swt. mengetahui -- saya mengatakan hal-hal ini bukan karena benci
atau bermusuhan -- bahkan saya yakin dengan sebenarnya bahwa asal pelajaran Weda tentu tidak begitu. Saya mengetahui
pula hanya orang-orang ahli filsafat
menurut kehendak sendiri telah membikin
itikad
semacam itu dan kebanyakan dari mereka pada akhirnya menjadi dahriyah (atheis). Saya takut kalau
orang-orang Ariya tidak mau berhenti
dari itikad yang salah tersebut nanti akibatnya mereka
akan buruk seperti mereka juga.
Dalam itikad ini terutama bagian penitisanlah
(re-inkarnasi) yang sangat menodai Sifat
Pengasih dan fadhal (karunia)
Allah. Apabila perhatikan dalam setiap jengkal tanah terdapat berjuta-juta semut, dalam setitik air terdapat berlaksa-laksa
kuman
dan semua sungai, lautan dan hutan-hutan
pun penuh dengan bermacam-macam binatang
besar dan kecil yang tidak dapat dihitung banyaknya, sehingga bilangan
(jumlah) seluruh manusia tidak dapat
dibandingkan sedikit pun dengan banyaknya
binatang-binatang tersebut.
Jadi, kalau dianggap untuk sementara
bahwa masalah penitisan
(reinkarenasi) itu betul adanya, lalu apakah yang sampai sekarang telah dibikin
(diperbuat) Tuhan? Dan berapa banyak
yang telah diberi najat (keselamatan)?
Dan apakah yang dapat diharap kemudian
hari?
Tambahan
pula peraturan ini tidak dapat
difahami yakni orang yang diberi hukuman tidak diberitahukan apa kesalahannya atau dosanya. Satu hal yang lebih menyusahkan lagi ialah bahwa “mukti” (najat/keselamatan) itu tergantung
kepada “giyan” (ilmu makrifat)
sedangkan “giyan” itu senantiasa hilang dengan meninggalnya orang itu.
Tidak ada seorang yang bagaimana pun ‘alim (berilmu) kependetaannya
dan dalam penitisan hidup sebagai apa saja yang lahir di dunia ini, ia dapat ingat sedikit pelajaran Weda, maka hal ini menyatakan bahwa orang tidak mungkin
memperoleh najat (keselamatan) dengan
perantaraan penitisan hidup yang
berulang-ulang (re-inkarnasi).
Begitu juga orang-orang laki-laki dan
perempuan yang lahir di dunia ini menurut peraturan penitisan, mereka tidak disertai suatu daftar yang menyatakan pertalian
kekeluargaan mereka, supaya jangan sampai orang keliru menikah dengan seorang gadis yang dalam hidupnya dahulu
pernah berstatus saudara atau ibu terhadapnya.
Keburukan Niyog & Gambaran Keliru Mengenai Kesempurnaan
Sifat-sifat Tuhan
Disini kami terus terang menasihatkan kepada
orang-orang Ariya supaya mereka
secepat mungkin membuang masalah niyog.
Batin manusia sekali-kali tidak akan mau
menerima supaya seorang istri sejati
yang mempunyai segala perhubungan
yang sewajarnya dengan suaminya serta
yang dihormati dan dicintai olehnya, tetapi demi untuk
mendapatkan keturunan akan bersetubuh dengan laki-laki lain. Kami tak ingin menulis dengan panjang lebar tentang
peristiwa ini dan hanya menyerahkan kepada keputusan conscience (batin sejati)
dari tiap-tiap orang yang baik.
Orang-orang Ariya yang mempunyai kepercayaan macam itu sedang
berusaha membujuk orang-orang Islam
masuk ke dalam agama Ariya, maka kami
katakan bahwa tiap-tiap yang berakal
akan mau menerima kebenaran, tetapi pendirian (itikad) agama Ariya ini tidak
benar.
Allah Swt. memperlihatkan Diri-Nya dengan perantaraan Sifat-sifat dan kekuasaan
yang amat agung, tetapi kalau Dia tidak mempunyai sifat Khaliq (menciptakan) dan kesempurnaan yang lainnya lalu bagaimana
Dia dapat dikatakan (disebut) Tuhan?
Manusia dapat mengenal Allah dengan perantaraan Sifat-sifat dan kekuasaan-kekuasaan-Nya, tetapi kalau Dia tidak memiliki suatu kekuasaan serta seperti manusia butuh kepada bahan-bahan dan
perkakas maka pintu untuk mengenal-Nya akan tertutup
pula.
Allah Swt. patut disembah
karena terbukti ada pemberian-Nya dan kemurahan-Nya,
tetapi kalau Dia tidak menciptakan
ruh-ruh dan Dia tidak mempunyai sifat-sifat
untuk memberikan karunia dan kemurahan kepada orang-orang yang
bekerja atau usaha untuk itu lalu untuk apa Tuhan semacam itu harus disembah?
Menurut penyelidikan Kami, orang-orang Ariya tidak dapat mengemukakan suatu contoh yang baik dari
agamanya. Mereka menganggap Tuhan
begitu lemah dan pendendam, bahwa setelah Dia menghukum
yang begitu banyak pun tetapi Dia tidak memberi najat (keselamatan) yang kekal, dan kemurkaan-Nya tidak ada
habis-habisnya juga.
Mereka pun menodai kebudayaan bangsa
dengan niyog yang mencemarkan pula martabat kaum
perempuan yang lemah itu, dan demikianlah mereka telah merusak hak-hak Allah serta hak-hak manusia kedua-duanya, karena dengan membatasi kekuasaan Tuhan menurut mereka sangat dekat kepada
dahriat (atheisme), dan karena
masalah niyog maka menurut
kebudayaan mereka menyerupai suatu bangsa yang tidak patut diceritakan.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
oo0oo
Pajajaran
Anyar, 15 Maret 2017